Airway disorder in maxillofacial and cervical trauma

Dalam kuliah ini ada beberapa poin yang harus kita mengerti antara lain
1.       Mengetahui perjalanan dari oksigen dan juga metabolisme sel
2.       Mengetahui anatomi jalan napas dari area maxillofacial dan cervical
3.       Mengerti kelainan jalan napas pada trauma maxillofacial dan cervical
Mari kita mulai saja bahas dari masing masing point
1.       Perjalanan dari oksigen dan metabolisme sel
Perjalanan oksigen sangat erat kaitannya dengan ABC (airway, breathing, dan circulation). Tujuan dari tindakan memasukan oksigen kejaringan secara akut  adalah menjaga perfusi oksigen ke organ organ vital seperti otak dan jantung dan mencegah memburuknya kondisi seseorang.
Airway adalah jalan napas yang dilalui oksigen dari luar sampai ke alveolus. Bagaimana cara udara masuk ke saluran ini? Adalah dengan memanfaat perbedaan tekanan diluar dan didalam dada. Pada saat dada berkontraksi dinding dada akan terangkat dan menarik pleura. Cavitas pleura ini memiliki tekanan yang tetap sehingga akan menarik pleura viceralis sehingga rongga dada membesar (volume meningkat) yang berarti tekana dalam rongga dada menurun( lebih kecil dari udara luar) sehingga udara diluar masuk ke paru melewati jalan napas.
Breathing adalah proses pertukaran udara yang terjadi pada alveolus. Pertukaran ini menggunakan prinsip perbedaan konsetrasi atau tekanan parsial. Udara yang masuk memiliki lebih banyak oksigen dibanding kapiler pada alveolus sehingga oksigen bergerak ke kapiler paru. Selain itu juga terjadi pembuangan karbondioksida dari kapiler ke udara.
Circulation adalah pengedaran oksigen yang sudah masuk ke pembuluh darah ke seluruh jaringan. Oksigen yang masuk paru diedarkan dibawa oleh hemoglobin pada darah menuju ke jantung(atrium-ventrikel kiri) lalu diedarkan ke seluruh jaringan tubuh,masuk ke jaringan dengan mengambil juga karbondioksida untuk dibuang. Masuk lagi ke jantung (atrium-ventrikel kanan) lallu dipompa ke paru untuk ditukar lagi dengan oksigen.
Setelah oksigen masuk ke sel lalu terjadilah proses metabolisme yaitu perombakan glukosa oleh oksigen sehingga terbentuk atp sebagai energi melalui siklus krebs secara aerob. Fungsi atp ini sendiri menunjang kita dalam bernapas yaitu untuk pergerakan otot pernapasan itu sendiri. Jadi kebayang kan kalau kita susah bernapas maka akan semakin sukar untuk bernapas.
2.       Anatomi jalan napas dari area maxillofacial dan cervical
Dalam hal trauma, wajah dibagi menjadi 3 yaitu upper face (os frontal dan sinus frontalis), midface (nasal, ethmoid, zigomatik dan maksila), dan lower face (mandibula).
Secara konseptual kerangka wajah terdiri dari empat pasang dinding penopang (buttress) vertikal dan horizontal. Buttress merupakan daerah tulang yang lebih tebal yang menyokong unit fungsional wajah (otot, mata, oklusi dental, airway) dalam relasi yang optimal dan menentukan bentuk wajah dengan cara memproyeksikan selubung soft tissue diatasnya.


Dari gambar diatas kita bisa melihat saluran/jalan napas bisa melalui hidung dan mulut sehingga ketika hidung tertutup maka manusia masih bisa bernapas melalui mulut maka sumbatan pada hidung tidaklah emergensi. Yang perlu ditanganisegera adalah ketika sumbatan terjadi pada orofaring atau laringofaring dan saluran dibawahnya. Selain saluran napas yang perlu diperhatikan dalam trauma wajah adalah perdarahan. Pembuluh darah pada wajah yang banyak dan cukup superfisial sehingga sering tejadi pendarahan. Selain itu bahayanya dalam saluran napas adalah karena bisa menyumbat saluran napas yang relatif susah untuk dikeluarkan karena lengket (kental). Kita juga memiliki saraf cranial yang mengatur ekspresi wajah dan pernapasan sehingga jalur napas bisa terganggu akibat adanya lesi saraf.
3.       Kelainan jalan napas pada trauma maxillofacial dan cervical
Dalam hal trauma, wajah dibagi menjadi 3 yaitu upper face (os frontal dan sinus frontalis), midface (nasal, ethmoid, zigomatik dan maksila), dan lower face (mandibula). Fraktur maksila sendiri sebagai bagian dari trauma maxillofacial cukup sering ditemukan, walaupun lebih jarang dibandingkan dengan fraktur mandibula. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab tersering fraktur maksila maupun fraktur wajah lainnya. Apa hubungannya fraktur maxillofacial ini dengan emergensi? Salah satu alasannya adalah menyangkut jalan napas yang terganggu akibat trauma ini misalnya pergeseran posteroinferior dari fraktur paralel maksila yang nantinya akan menutupi jalan napas pada nasopharingeal selain itu juga fraktur mandibula anterior yang billateral menyebabkan fraktur tergeser ke belakang yang seharusnya menjaga lidah agar tidak menutupi jalan napas ini kemudian tidak bisa menjalankan fungsinya. Maka lidah akan tertarik  ke belakang dan menutup jalan napas. Dan berbagai komplikasi yang cukup berat, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan kecacatan dan kematian.



Berapa contoh fraktur maxillofacial adalah Le Fort fraktur adalah fraktur pada maksila yang terklasifikasi menjadi tiga yaitu.
Fraktur Le Fort I
Fraktur Le Fort I dikenal juga dengan fraktur Guerin yang terjadi di atas level gigi yang menyentuh palatum, meliputi keseluruhan prosesus alveolar dari maksila, kubah palatum, dan prosesus pterigoid dalam blok tunggal. Fraktur membentang secara horizontal menyeberangi basis sinus maksila. Dengan demikian buttress( maksilari transversal bawah akan bergeser terhadap tulang wajah lainnya maupun kranium.
Fraktur Le Fort II
Pukulan pada maksila atas atau pukulan yang berasal dari arah frontal menimbulkan fraktur dengan segmen maksilari sentral yang berbentuk piramida. Karena sutura zygomaticomaxillary dan frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur maka keseluruhan maksila akan bergeser terhadap basis kranium.
Fraktur Le Fort III
Selain pada pterygomaxillary buttress, fraktur terjadi pada zygomatic arch berjalan ke sutura zygomaticofrontal membelah lantai orbital sampai ke sutura nasofrontal. Garis fraktur seperti itu akan memisahkan struktur midfasial dari kranium sehingga fraktur ini juga disebut dengan craniofacial dysjunction. Maksila tidak terpisah dari zygoma ataupun dari struktur nasal. Keseluruhan rangka wajah tengah lepas dari basis kranium dan hanya disuspensi oleh soft tissue.

Tindakan yang dilakukan
Penanganan yang perlu dilakukan adalah primary survey ABCD (airway dan spine control, breathing, circulation dan disability). Point pentingnya adalah identifikasi resiko kehilangan napas pada korban, nilai tanda tanda kritisnya, yang pertama distabilkan dulu, cari tahu detail kejadiannya, monitor respon dari tindakan.
Pertolongan pertama pada semua pasien trauma difokuskan pada algoritma dari ATLS yaitu ABC Airway, Breathing, Circulation.
Primary Survey:
Airway and C-spine Control:
Assessment :(look, listen, and feel, dilakukan bersamaa, hemat waktu)
Look      : Lihat gerakan dada ada atau tidak? Simetris tidak? Gerakan abdomen?
Listen    : Bagaimana suara nafasnya? Adakah suara yg menandakan adanya obstruksi airway, seperti
Gurgling: terdapat bahan cair atau semisolid di jalan nafas utama (suara seperti kumur).
                 Snoring: oklusi partial di pharynx karena palatum molle atau epiglottis (suara ngorok).
Crowing: spasme laryngeal (suara seperti gagak).
Inspiratory stridor: obstruksi jalan nafas bagian atas (setinggi larynx ke atas), suara terdengar saat inspirasi.
Expiratory wheezing: obstruksi jalan nafas bagian bawah, suara mengi terdengar saat ekspirasi.
Feel: Rasakan aliran udara di mulut atau hidung
Prinsipnya adalah kita harus membuka patensi jalan nafas, supaya oksigen bisa masuk. Sebelum melakukan management, ada 2 point yg diperhatikan terlebih dahulu: Apakah pasien sadar? Jika iya, hati-hati dengan penggunaan sedasi atau analgesic karena dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. Apakah pasien nafas spontan? Jika iya, rujuk ke operating room untuk management airway dengan kondisi terbaik oleh tim berpengalaman.
Yang perlu diperhatikan dalam penanganan trauma ini adalah bagian airway. Karena kegiatan ABCD berawal dari airway ketika airwaynya baik maka bisa disurvey yang lain. Perlu diperhatikan pula adanya cervical spine injury. Jangan sampai ketika kita ingin menolong pembebasan jalan napas malah memperparah keadaan korban. Beberapa manuver untuk membuka jalan napas yang biasa digunakan yaitu head tilt/ chin lift cara sederhana pada pasien yang tidak sadar. Selain itu juga ada jaw thrust digunakan ketika ada kecurikan spinal injury. Digunakan untuk pasien/korban yang memiliki GCS <8. Ketika terjadi regurgitasi perlu kita buang dengan memiringkan korban dengan tetap menjaga lehar korban kalau tidak memungkinkan dilakukan bisa dengan suction kalau memang tersedia.
Management berikutnya pemasangan alat pendukung (definitive  oropharyngeal airway/ mayotube, nasopharyngeal airway, laryngeal mask airway/ LMA. non-definitive  orotracheal tube, nasotracheal tube, endotracheal tube, surgical airway) dan ventilasi O2. Indikasi intubasi: gangguan kesadaran (terjadi gangguan mempertahankan patensi airway); tracheobrochial toilet; trauma pulmo atau multisystem yang parah dengan gagal nafas (misal pada sepsis, obstruksi jalan nafas, hypoxemia, hypercarbi); dan indikasi operasi.
Breathing:
Assessment :cek repiratory rate, suara paru (auskultasi dan perkusi), cek gerakan dada.
Circulation:
Assessment :cek heart rate dan tekanan darah, cek waktu pengisian kapiler, cek adakah tanda perdarahan.
Disability
Assessment :cek kesadaran dengan AVPU (Alert? Responds to voice? To pain? Unresponsive?), cek pupil, GCS.
Exposure
Assessment :inspeksi seluruh tubuh pasien.

Manfaatkanlah waktu dengan baik karena hidup di dunia tidak akan lama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kegawatdaruratan obstetrik

Kelelahan Otot